Upah Juru Bekam


BEKAM

Diriwayatkan secara shohih dari Ibnu 'Umar bahwa Nabi memanggil seorang juru bekam, lantas beliau dibekamnya. Beliau bertanya kepadanya, "Berapa upeti yang harus kau bayar kepada tuanmu?" Ia menjawab, "Tiga sho." Beliau pun membe- baskannya dari upeti itu satu sho', lantas beliau memberikan upahnya.


Diriwayatkan pula secara shohih dari Anas a bahwa ia ditanya tentang upah juru bekam, maka ia menjawab, "Rosululloh pernah dibekam oleh Abû Thoybah, lantas beliau membayarnya dengan dua sho' makanan. Beliau berbicara kepada tuan-tuannya, lantas mereka setuju meringankan upeti yang harus dibayar Abů Thoybah. Beliau juga bersabda, 'Sungguh, cara berobat paling baik yang kalian gunakan adalah bekam dan Qusthul Bahri'. Beliau juga bersabda, Jangan menyiksa anak-anak kalian dengan ghomz dan


13) Diriwayatkan dari Röfi' bin Khudaij, ia berkata: Saya pernah mendengar Nahi bersabda, "Seburuk-buruk utaba adalah upab pelacur, harga penjualan anjing, dan upali juru bukam." (HR. Muslim). Dalam riwayat lain, "Harga penjualan anjing adalah kotor, spab pelacur adalah katur, dan hadil wiaba juru bekam adalah koter," Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa sebutan bebi (kotor) untuk upah juru bekam adalah sebagaimana sebutan khobsan (dua barang kotor) untuk hawang merah dan bawang putih, sedangkan keduanya tidak diharamkan.


14) Ghearg adalah pengobatan penyakit tertentu dengan cara memasukkan jari ke dalam tenggorokan -peserj


hendaklah kalian menggunakan Qusthul Bahri) (Shohibul Bukhôrí: 5263, Ath-Thibb. Riwayat serupa juga dibawakan oleh Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan dari Anas yang berkata, "Nabi pernah memanggil seorang budak kami yang ahli bekam, ia membekam beliau, lantas beliau memerintahkan agar membayar- nya dengan satu sho' atau satu mud, atau dua mud. Beliau mem- bicarakan persoalannya, lantas upeti budak itu (jatah yang harus dibayarkannya kepada tuannya) diperingan." (Al-Misykát: 2953)

Dari Ibnu 'Abbas yang berkata, "Suatu ketika Nabi dibekam oleh seorang budak Bani Bayâdhoh, lantas Nabi memberinya upah dan berbicara dengan tuannya mengenainya, lantas tuannya meringankan upetinya. Andaikata upah ini haram, tentulah Nabi tidak memberikannya."

Berdasarkan hadits-hadits di atas, kita bisa mengambil bebe- rapa kesimpulan berikut:

Pertama: Kegemaran Nabi memberikan upah kepada juru

bekam dan upah ini halal, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Praktik bekam dengan upah bisa jadi akan lebih mempopulerkan bekam di masyarakat, wallõbu a'lam.

Dalam Shohibu l-Bukhori 2279 disebutkan dari 'Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata, "Nabi berbekam dan memberi- kan upah kepada juru bekam, andaikata beliau mengetahui kemakruhannya, tentulah tidak memberikannya."

Diriwayatkan dari 'Aun bin Abi Juhaifah dari ayahnya bahwa ia pernah membeli seorang budak ahli bekam, maka ia berkata, "Sesungguhnya Nabi melarang harga darah dan harga anjing, profesi pelacur, melaknat pemakan riba dan pemberi makan riba, wanita yang membuat tato dan wanita yang minta dibuatkan tato, serta pelukis." (5962)

15) Quitial Babri adalah kayo yang digunakan untuk berobat. (Dalam An-Nihilyab juga disebutkan bahwa Qutthal Babel juga biasa digunakan untuk dupa pesery).


Saya katakan: Kesimpulan yang diambil dari hadits ini adalah bahwa harga darah di sini maksudnya menjual darah ini dilarang, berbeda dengan upah juru bekam yang telah menyediakan waktunya untuk membekam, itu bukan merupakan harga darah. Dalam riwayat Muslim disebutkan riwayat dari Ibnu 'Abbas yang berkata, "Nabi dibekam oleh seorang budak Bani Bayadhoh, lantas Nabi memberinya upah. Beliau pun berbincang-bincang dengan tuan budak itu, lantas tuannya meringankan upetinya. Andaikata upah ini haram, tentu Nabi tidak memberikannya." (1202)


Dari 'Amrů bin 'Amir Al-Anshori yang berkata, saya pernah mendengar Anas bin Malik berkata, "Rosululloh pernah ber- bekam, sedangkan beliau tidak pernah menzholimi upah seorang pun." (1577)


Abú İsa At-Tirmidzi berkata, "Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi dan lain-lain memberikan rukhshoh (keringanan) menyangkut hasil usaha juru bekam. Ini juga merupakan pendapat Syafi'i (bahkan juga merupakan pendapat jumhur ulama, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath).


Kedua: Kasih sayang Nabi kepada para budak yang lemah di mana beliau berbicara kepada keluarga dan tuan para budak itu agar mau meringankan upeti mereka yang harus mereka bayarkan kepada para tuan.


Ketiga: Tidak perlu bersikap berlebihan menyangkut urusan upah bekam. Ia lebih mirip dengan upah simbolis. Berbeda dari sikap-sikap berlebihan yang pernah kita dengar dan kita saksikan menyangkut upah juru bekam, sehingga tidak bisa diterapkan bila para pelaku bekam itu orang-orang miskin.


Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *