Hadits Batalnya Puasa karena berbekam

 




‎‫عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبي - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « أَفْطَرَ الْحَاجِمُ و َالْمَحْجُومُ »‬‎


Dari Tsauban, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Orang yang membekam dan yang dibekam harus membatalkan puasanya". (Ditakhrij Abu Daud, nomer 2369 dan dishahihkan Al- Albany).


Dari Abu Qilabah, dia mengabarkan bahwa tatkala Syaddad bin Aus sedang berjalan bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Baqi', dia melewati seseorang dan sedang meminta bekam, yang saat itu sudah melewati malam delapan belas dari bulan Ramadhan. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang yang membekam dan yang dibekam harus membatalkan puasanya”. (Ditakhrij Ibnu Majah nomer 1681. Menurut Al- Albany, ini hadits shahih ligharihi).


‎‫حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ


Kami diberitahu Musa bin Isma'il, kami diberitahu Wuhaib, kami diberitahu Ayyub, dari Qilabah, dari Abul- Asy'ats, dari Syaddad bin Aus, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatangi seseorang di Bagi, ketika orang itu sedang meminta hijamah, sementara dia memegangi diterima pada tanggal 18 Ramadhan, seraya bersabda, "Orang yang membekam dan dibekam harus membatalkan puasa." (Sunan Abu Daud, bab orang yang sedang berpuasa dibekam nomor 2371).


Hadits tentang Nabi Yang Meminta bekam Saat Berpuasa


‎‫عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ ع َلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ صَابِمٌ.‬‎


Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah meminta hijamah ketika dia sedang berpuasa". (Ditakhrij Al- Bukhary, nomer 1836).


Dalam Shahih Al-Bukhary, hadits nomer 5374 dan Shahih Muslim, hadits nomer 2942, juga disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga meminta hijamah di suatu tempat yang disebut Lahyu Jamal karena sakit migraine yang menimpa beliau. Padahal saat beliau dalam keadaan ihram. Padahal saat ihram tidak boleh mencuku rambut. Hal ini sekedar menggambarkan tentang kelebihan bekam yang mendapatkan prioritas sehingga dapat membolehkan sesuatu yang tadinya dilarang karenanya.

"Kami diberitahu Mu'alla bin Asad, kam diberitahu Wuhaib bin Ayyub, dari Ikrimah,

dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta hijamah ketika dia sedang melakukan ihram, dan dia meminta hijamah ketika dia sedang berpuasa". (Shahih Al- Bukhary, Kitab Permulaan turun wahyu, bab hijamah dan muntah bagi orang yang berpuasa, nomor 1938).

Penjelasan dan Pemaduan Dua Hadits dalam Kitab Fathul- Bary

Untuk memahami dua hadits di atas yang tampaknya saling berbeda dan bagaimana pendapat para ulama mengenai hal ini, mari kita cukupkan keterangan pada deskripsi Ibnu Hajar Al- Asqalany dalam Kitab Fathul- Bary Syarh Al- Bukhary, 4/176-177, sebagai berikut:

Asy- Syafi'y berkata mengenai perbedaan hadits ini, setelah mentakhrij hadits Syaddad dengan lafazh: Kami bersama Rasulullah pada waktu penaklukan Makkah, lalu dia melihat seorang laki- laki yang dibekam pada tanggal 18 Ramadhan, lalu dia bersabda sambil memegangi diterima, "Pembekam dan yang dibekam harus membatalkan puasa." Kemudian Asy- Syafi'y menyebutkan hadits Ibnu Abbas bahwa

Rasulullah meminta hijamah ketika beliau sedang berpuasa.

google.com, pub-9019917454322978, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Asy- Syafi'y berkata, “Sanad hadits Ibnu Abbas adalah yang paling 

Kalaulah seseorang menghindarkan hijamah, maka hal itu lebih aku sukai seb langkah kehati-hatian, namun analoginya tetap pada hadits Ibnu Abbas. Yang p aku ingat dari pendapat para shahabat, tabi'in dan para ulama secara umum bal seseorang tidak perlu membatalkan puasa karena hijamah. Saya katakana, di sini letak rahasianya mengapa Al-Bukhary menyebutkan hadits Ibnu Abbas ini sete hadits "Az-Za'farany, bahwa Asy-Syafi'y mengaitkan pendapat bahwa hijam membatalkan puasa dengan keshahihan hadits ini. At-Tirmidzy menyatakan, As Syafi'y menyampaikan pendapat ini saat berada di Baghdad (pendapat lama). Namu saat berada di Mesir beliau condong kepada rukhshoh, wallohu a'lam.

Sebagian ulama lain menta'wili hadits "Pembekam dan yang dibekam membatalkan puasa", yang dimaksudkan bahwa keduanya berpotensi dapat batal puasanya karena makan. Takwil dikuatkan dengan perkataan Al-Baghawy dalam Syarhus-Sunnah, bahwa makna "Pembekam dan yang dibekam membatalkan puasa". artinya berpotensi makan. Sehubungan dengan pembekam, karena dia berpotensi

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *