Pemberian Obat Herbal
A. Kewenangan Pemberian Obat Herbal bagi Perawat
Berdasarkan hasil diskusi antara penulis dengan salah satu pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), hal yang sering ditanyakan oleh para peserta seminar dan pertemuan ilmiah tentang perawatan holistik adalah sampai sejauh mana kewenangan perawat dalam memberikan obat herbal. Kendala yang dihadapi saat ini adalah bahwa Peraturan Menteri Kesehatan RI maupun Keputusan Menteri Kesehatan RI belum memberikan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang mengarahkan perawat dalam memberikan obat herbal berbentuk kemasan (yang telah resmi terdaftar di Badan POM RI dan dikategorikan sebagai obat bebas). Alasan rasional yang mendasari keputusan tersebut adalah keputusan Menkes Ri Nomor HK.02.02/
M. Budi Purwants, 3. ker. M.Res., САНС MENKES/148/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggara Praktik Perawat, yaitu bahwa seorang perawat Sa memberikan obat dengan golongan warna hijau dan biry (obat bebas dan bebas terbatas).
B. Penggolongan Obat Herbal Herbal dan obat tradisional dapat dipecah menjadi obat yang aman apabila telah diteliti dalam waktu yang panjang sehingga dapat diketahui unsur zat aktif, efe farmakologis, dosis, efek samping, serta higienitas dalam proses produksinya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengelompokan tanaman obat herbal dalam tiga kelompok yaitu:
Jomu. Jamu adalah ramuan dari bahan hewan atau tumbuhan yang campurannya secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Belum ada penelitian ilmiah untuk mendapatkan bukti klinik mengenai khasiat jamu.
Obat herbal terstandar. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah diuji secara ilmiah (penelitian praklinik dengan menggunakan hewan ujil yang meliputi uji khasiat dan manfaat, serta bahan bakunya telah terstandarisasi.
Buku Ajar Ilmu Keperawatan Berbasis Herbal . Fitofarmaka. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah terbukti keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis menggunakan percobaan hewan serta uji klinis pada manusia. Bahan baku dan produknya pun telah terstandarisasi melalui persyaratan mutu yang berlaku.
C. Bentuk Sediaan Obat Herbal Bentuk sediaan obat herbal ada tiga, yaitu sediaan obat herbal cair, sediaan obat herbal semipadat, dan sediaan obat herbal padat atau kering. Sediaan obat herbal cair ini dapat berupa sirup, emulsi, suspensi, jamu cair, eliksir, dan bentuk cairan lainnya. Penggunaannya dapat dilakukan untuk pemakaian obat dalam dan obat luar. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan tentang kegunaan dan cara pemakaian obat cair tersebut.
Sediaan obat herbal cair Sediaan obat herbal semisolid yang sering ditemukan di pasaran dapat berupa krim atau salep yang dibuat semipadat Sediaan salep atau krim adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan bahan bakunya larut secara homogen dalam dasar salep atau krim. Sediaan obat ini sering digunakan sebagai obat luar. Peran perawat adalah membantu klien dalam mengenali bentuk, cara pemakaian, manfaat, serta efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat tersebut. Pemakaian krim obat herbal untuk area bagian wajah dengan tujuan kosmetik maupun pengobatan perlu dilakukan tes terlebih dahulu karena kulit di bagian wajah lebih sensitif.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar